RI News – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengkritik terkait pengadilan HAM yang tidak bisa di harapkan bagi korban pelanggaran HAM berat.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai menyampaikan kekecewaannya lantaran dibebaskannya Paniai oleh Pengadilan HAM.
“Pertama seperti kita ketahui dua hari jelang peringatan hari HAM yaitu Kamis 8 Desember 2022 merupakan Kamis kelabu bagi penegakkan HAM di Indonesia. Putusan bebas terhadap terdakwa Paniai oleh Pengadilan HAM telah memupus harapan dan kepercayaan publik terkait penyelesaian pelanggaran ham berat melalui Pengadilan HAM,” katanya kepada awak media, Sabtu (10/12/2022).
Lanjut, dirinya menjelaskan bahwa pengadilan HAM terkasan menjadi kuburan harapan bagi korban pelanggaran HAM berat.
“Kami meminta untuk Jaksa Agung melakukan upaya hukum kasasi untuk menindaklanjuti kasus tersebut,” ujarnya.
Diketahui, terdakwa kasus pelanggaran HAM, Mayor Inf Purnawirawan Isak Sattu, di Paniai, Papua Tengah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
Awalnya terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu didakwa oleh Penuntut Umum dengan pasal berlapis.
Isak awalnya didakwakan Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Didakwakan juga Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Terkait peristiwa Paniai tersebut berawal pada malam 7 Desember 2014 di Enarotali, Kabupaten Paniai, Papua.
Baca Juga: Kemenkumham Pastikan Tak Ada Arsip Penting yang Terbakar
Saat itu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang membawa mobil Toyota Fortuner Hitam tanpa menyalakan lampu ditegur oleh sekelompok pemuda.
Terguran tersebut berujung pada pertengkaran dan penganiayaan oleh TNI.
Keesoka harinya pada 8 Desember 2014, sekelompok masyarakat Ipakiye berangkat menuju Polsek Paniai dan Koramil di Enarotali untuk meminta penjelasan.
Masyarakat tersebut berkumpul di Lapangan Karel Gobai yang terletak di depan Polsek dan Koramil sambil menyanyi dan menari sebagai bentuk protes terhadap tindakan apparat.
Merasa tak mendapat tanggapan, masyarakat mulai melempari pos Polisi dan pangkalan militer dengan batu.
Akibat aksi tersebut, aparat menanggapi dengan melakukan penembakan untuk membubarkan massa yang mengakibatkan lima orang warga sipil tewas.