RI News – Seorang siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 4 Pandeglang berinisial A diberhentikan sepihak karena ikut melakukan aksi demo di depan sekolah.
Dirinya merupakan siswa kelas tiga jurusan otomotif ini mengaku diberhentikan. Pemberhentian yang dilakukan oleh Kepala SMKN 4 Pandeglang itu secara sepihak sebab aksi unjuk rasa, Jumat (10 Februari 2023).
Aksi ujuk rasa tersebut berawal dari tuntutan atas minta sertifikat hasil pisikotes tahun 2022 lalu. Dimana psikotes tersebut dipungut biaya sebesar Rp.150 ribu persiwa.
“Dari sekitar 100 siswa yang melakukan aksi unjuk rasa itu. Hanya saya yang dikeluarkan oleh pihak sekolah SMKN 4 Pandeglang,” ungkap siswa berinisial A tersebut. Dengan nada sedih dirinya tidak bisa ikut ujian pada kelulusan tahun 2023 mendatang, kepada media, Senin (13/02/2023).
Menurutnya, ia dipaksa oleh pihak sekolah untuk menanda tangani pengunduran diri tersebut.
“Terus terang saja saya masih ingin sekolah, tapi saya dipaksa untuk mengundurkan diri dengan menanda-tangani surat pernyataan dengan orang tua saya,” katanya. Seraya berharap ada yang bisa membantu dirinya untuk bisa bersekolah lagi SMKN tersebut.
Sementara Kepala SMKN 4 Pandeglang, Ir.Susilo belum bisa dimintai keterangan soal masalah tersebut membantah bahwa siswa itu dikeluarkan dari sekolah tersebut.
“Tidak ada siswa dikeluarkan. Semua kelas XII intensif belajar,” tandas Susilo.
Komnas HAM Bersuara
Sedangkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Kabupaten Pandeglang, Mujizatullah Gobang Pamungkas mengaku perihatin dengan kasus yang menimpa siswa SMKN 4 Pandeglang tersebut.
“KOMNAS PA Siap mendampingi adinda Aripin agar bisa bersekolah kembali. Apa yang dilakukan oleh Kepala SMKN 4 itu merupakan Pelanggran terhadap 10 Hak dasar anak. Hak tersebut telah sepakati dalam Konvensi PBB dan diratifikasi dalam UU Perlindungan Anak,” tandas Gobang.
Menurutnya, Demontrasi itu bagian yang tidak terpisahkan dari sistem demokrasi yang dianut oleh Negara Indonesia. Dirinya juga menyampaikan pendapat dimuka umum itu bolehkan oleh konstitusi negara RI.
Dalam Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
“Menurut kami apa yang dilakukan oleh Kepala sekolah tersebut, sudah mencederai konstitusi dan pelanggran terhadap Hak anak,” katanya. (Den)