RI News – TNI mengatakan, penyidikan terhadap lima perwira yang terlibat kasus korupsi helikopter AW-101 2015-2017, yang sempat tertunda, bisa dibuka kembali jika ada bukti baru.
Menurut Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro, dalam insiden helikopter AW-101, penyidik dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI mengeluarkan surat perintah SP3 (surat perintah penghentian) karena kurang bukti.
“Dan kalau seandainya ke depan ada tambahan alat bukti lagi kasus ini bisa dibuka lagi, jadi enggak perlu khawatir,” kata Kresno.
Kelima perwira yang ditetapkan sebagai tersangka TNI dalam peristiwa helikopter AW-101 itu adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Barang dan Jasa, MarsekalMadya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.
Lainnya, pejabat staf penyimpan kas mentransfer dana ke pihak tertentu, yaitu Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Dalam kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh 10 tahun penjara.
Irfan Kurnia Saleh dinyatakan bersalah melakukan korupsi yang sah dalam pembelian helikopter angkut AW-101 dilingkup TNI Angkatan Udara pada tahun 2015-2017.
Kresno mengatakan penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) RI, Marsekal Madya (Marsdya) Henri Alfiandi, akan dilakukan secara terbuka.
Kalaupun persidangan kasus ini dilakukan di pengadilan militer, prosesnya tidak akan disembunyikan, katanya.
“Yang pasti kita mohon untuk publik, media untuk mengawal perkara ini dan yakin bahwa tidak ada keinginan untuk menutup-nutupi dan sebagainya,” kata Kresno.
Namun, Kresno mengaku pihaknya menginginkan sidang Marsdya Henri dalam kasus ini digelar di pengadilan militer. Memang, dugaan tindak pidana menjebak Kabasarnas terjadi saat dirinya masih aktif sebagai prajurit TNI Angkatan Udara (AU).
“Jadi kita mengenal masalah tempus delicti, ketika prajurit aktif melakukan tindak pidana, maka dia tunduk pada mekanisme sistem peradilan militer,” ujarnya.
Meski begitu, lanjut Kresno, selama pengusutan atas kejadian tersebut, pihaknya akan tetap berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, kerja sama penyidikan kasus antara TNI dan KPK bukanlah hal baru. Dalam sejumlah kasus sebelumnya, saat penyidik TNI Pusporm mengusut tersangka militer, KPK juga turun tangan.
“Jadi yang pasti sekarang ini adalah penyidikan proses pemeriksaan dan kemudian kita mengharapkan KPK untuk ikut membantu di dalam proses penyidikan ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, Puspom TNI telah menetapkan Kabasarnas RI Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Basarnas.